bersyukur dan bersabar

Posts tagged ‘validitas bahasa’

AKIBAT BUTIR TES YANG BURUK

Oleh Agung Prihantoro

“Salah satu akibat terjadinya banjir bagi kehidupan adalah …. (A) petani gagal panen, (B) tanaman bertambah subur, (C) air sungai mengalir lancar, (D) hasil penangkapan ikan melimpah.”

Apa yang salah dengan butir soal nomor 36 Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) mata pelajaran IPA untuk SD/MI Daerah Istimewa Yogyakarta tahun pelajaran 2007/2008 di atas? Pernyataan pada butir soal itu kurang spesifik, dan keempat pilihan jawabannya pun benar. Artinya, butir soal tersebut buruk.
Siswa yang tinggal di daerah pertanian akan menjawab A, karena melihat sendiri bagaimana banjir menggagalkan panen para petani. Siswa yang mukim di lereng gunung bakal menjawab B, sebab mengetahui langsung bahwa banjir membawa lahar dingin yang menyuburkan kebun dan tanamannya.
Akan halnya siswa yang mastautin di pinggir sungai, dia akan memilih jawaban C, lantaran menyaksikan bagaimana banjir mengangkut kotoran-kotoran di sungai sehingga setelah banjir, aliran airnya jadi lancar. Dan, siswa yang hidup di dekat muara sungai bakal menjawab D, pasalnya banjir malah memberi berkah, yakni tangkapan ikan orangtuanya makin melimpah.
Lain halnya kalau pernyataan soal itu lebih spesifik “Salah satu akibat buruk terjadinya banjir bagi kehidupan adalah ….”, maka jawaban yang benar ialah A. Namun, bila pernyataannya diubah jadi lebih spesifik seperti itu, butir soal tersebut termasuk mudah dijawab, sebab tiga pilihan jawaban lainnya bukan pengecoh (distractor) yang baik. Pilihan jawaban A sepenuhnya kontras dengan pilihan-pilihan jawaban B, C, dan D.
Selain butir soal di atas, Petunjuk Umum nomor 8 pada naskah UASBN ketiga mata pelajaran untuk SD/MI tahun pelajaran 2007/2008 juga buruk. Petunjuk umum itu berbunyi “Periksalah pekerjaan Anda sebelum diserahkan kepada pengawas ujian”. Kalimat ini masih dapat dipahami, tetapi tata bahasanya salah.
Kalimat pertama “Periksalah pekerjaan Anda” memberi petunjuk kepada siswa, sedangkan kalimat kedua tidak demikian. Seharusnya, petunjuk itu berbunyi “Periksalah pekerjaan Anda sebelum Anda menyerahkannya kepada pengawas ujian”.
Butir soal nomor 36 UASBN dan Petunjuk Umum nomor 8 tersebut merupakan contoh butir tes dan petunjuk pengerjaan yang bahasanya tidak valid. Validitas bahasa tergolong dalam validitas wajah (face validity), dan validitas wajah merupakan bagian dari validitas isi (content validity).
Sebagaimana diketahui, tes yang baik harus memenuhi, selain persyaratan validitas isi, juga persyaratan validitas kriteria (criterion-related validity) dan validitas konstruk (construct validity) serta reliabilitas. Tes yang tidak valid dan tidak reliabel dikatakan buruk, dan tes yang buruk tidak akan dapat mencapai tujuannya dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan perkataan lain, tes yang buruk berakibat buruk pula bagi para pemangku kepentingannya.

Akibat Buruk
Dalam bidang pendidikan, tes mempunyai tujuan dan fungsi edukatif. Tujuan tes adalah mengevaluasi hasil belajar, menyeleksi, dan mendiagnosis kesulitan belajar (Djaali dan Muljono, 2008). UASBN dan UN, misalnya, bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar dan juga menyeleksi siswa guna meneruskan ke tingkat pendidikan berikutnya. Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) bertujuan untuk menyaring calon-calon mahasiswa. Kaufman Test of Educational Achievement dan Peabody Individual Achievement Test adalah contoh tes diagnostik.
Adapun fungsinya, tes menjadi alat untuk mengukur prestasi belajar siswa, memotivasi siswa supaya mereka lebih giat belajar, memperbaiki kualitas pembelajaran, dan menentukan syarat guna melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Djaali dan Muljono, 2008).
Tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dicapai dengan tes yang buruk. Tes yang buruk membawa dampak buruk bagi siswa, guru, sekolah, dan panitia penyelenggara tes (pemerintah).
Sebutir soal yang jelek dan satu petunjuk pengerjaan yang tidak jelas akan membingungkan, melemahkan kesungguhan siswa untuk mengerjakan tes, dan, pada gilirannya, menyurutkan motivasi siswa untuk belajar. Apalagi bila jumlah butir soal yang bercela dalam sebuah naskah tes itu banyak dan siswa sering menjumpai tes-tes yang jelek, mereka boleh jadi tidak percaya lagi pada tes.
Jika naskah UASBN, UN, dan SNMPTN mengandung banyak butir soal yang cacat, hasil tes-tes nasional ini niscaya tidak laik untuk menentukan kelulusan siswa. Sungguh tidak adil andai kelulusan siswa ditentukan dengan tes yang cacat.
Hasil tes yang tak akurat karena tesnya cacat juga tidak dapat dipakai oleh guru dan sekolah untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Sebab, hasil tes tersebut tidak menunjukkan di mana letak kekurangan pembelajaran yang telah mereka lakukan.
Lebih jauh lagi, hasil tes yang tidak akurat tidak dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan, misalnya kebijakan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan-satuan pendidikan (Permendiknas Nomor 77, 78, dan 82 Tahun 2008).
Tes yang buruk membawa akibat-akibat buruk yang serius dan luas. Oleh karenanya, akibat-akibat buruk ini seharusnya diperhatikan betul oleh para penyusun tes, terlebih-lebih tes yang berstandar nasional.[]